Sabtu, 30 November 2013

3 contoh berita yang melanggar kode etik jurnalistik

media massa sekarang ini banyak melanggar kode etik jurnalistik seperti

  • Kasus makelar kasus palsu TvOne


Permasalahan dugaan adanya rekayasa yang dilakukan TV One dengan menghadirkan makelar kasus yang diduga palsu dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi akan diselesaikan menurut kode etik jurnalistik, bukan melalui proses hukum pidana.
Hal tersebut disampaikan ketua Dewan Pers Bagir Manan di Jakarta, Senin (12/4/2010), setelah menggelar mediasi dengan TV One dan kepolisian yang diwakili Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang.
Dikatakan Bagir, pihak kepolisian sebagai pelapor dan TV One sebagai terlapor sepakat menyelesaikan menurut kode etik jurnalistik seperti dengan mediasi, hak jawab, hak koreksi, dan permintaan maaf dari TV One kepada kepolisian dan masyarakat.
"TV One sepakat menyelesaikan menurut kode etik pers bukan ranah hukum lainnnya. Dari pihak TV One kita mencoba menggali fakta apa motif dan tujuan melakukan itu. TV One menyadari ada yang tidak sempurna sebagai manusia, ada kekeliruan," katanya.
Kekeliruan TV One, menurut Bagir, adalah karena tidak seimbang atau cover both side dalam menyajikan program berita. "TV One tidak memanggil pihak Polri sehingga tidak cover both side walaupun TV One mengaku sudah berusaha memanggil kepolisian," ujarnya.
Dalam mediasi dengan TV One sebelumnya, Bagir menyampaikan bahwa TV One telah meyakinkan Dewan Pers dengan bukti-bukti yang menyatakan bahwa Andrys Ronaldi adalah benar makelar kasus. Namun, bukti tersebut dirahasiakan oleh Dewan Pers sesuai perjanjian dengan TV One saat mediasi.
Sebelumnya, Andrys Ronaldi diperiksa kepolisian karena diduga sebagai markus palsu yang mengaku lama beraksi di kepolisian dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi. Oleh karena itulah, pihak kepolisian melaporkan TV One atas dugaan merekayasa adanya makelar kasus palsu yakni Andrys yang lama beraksi di kepolisian. Sementara Andrys sendiri mengaku telah dijebak pihak TV One agar mengaku sebagai makelar kasus palsu.

Dari berita diatas TvOne melanggar kode etik karena berita yang disiarkan tidak seimbang karena tidak ada sumber di pihak polri dan makelar kasus juga ternyata palsu walaupun tvone disini mengatakan bahwa dia asli makelar kasus di kepolisian


  • Pengusaha Gunawan Yusuf mendesak Majalah Tempo meminta maaf


Pengusaha Gunawan Yusuf yang juga pemilik Sugar Group melalui kuasa hukumnya Hotman Paris Hutapea, mendesak Majalah Tempo untuk meminta maaf sesuai keputusan Dewan Pers yang menilai Tempo telah melanggar kode etik jurnalisitik.
Permintaan maaf itu kata Hotman harus dilakukan dalam bentuk iklan permohonan maaf sebanyak lima halaman, sesuai pemberitaan Majalah Tempo, serta dibuat di satu Koran nasional.
Menurut Hotman Paris, ini untuk kali pertama Dewan Pers berani menjatuhkan hukuman berat dengan cara menerapkan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Keputusan dalam bentuk Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi itu ditandatangani Ketua Dewan Pers Prof Dr Bagir Manan pada 19 September 2012.
Bersarkan penilaian Dewan Pers, jelas pengacara kondang ini, berita-berita dimaksud termuat di Majalah Tempo edisi 26 Maret – 1 April 2012 sebagaimana diadukan kliennya berjudul; Rochadi, Korban Sengketa Makindo (hal 32), Terjepit Sengketa Raja Gula (hal 44-48), Gugatan Dua Saudara (hal 58-50), dan Taipan Nyentrik di ST Regis (hal 50) telah melanggar Pasal 3 KEJ.
Pasal 3 KEJ tersebut berbunyi; Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampuradukkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Atas dasar pasal tersebut jelas Horman, Dewan Pers merekomendasikan Majalah Tempo wajib memuat hak jawab pengadu dan meminta maaf kepada pengadu serta pembaca. Majalah Tempo juga harus berkomitmen untuk menaati KEJ dalam pemberitaan selanjutnya tentang pengadu.
“Apabila putusan tersebut tidak dilaksanakan secara konsekuen kami akan tempuh upaya pidana dan perdata kepada PT Tempo Inti Media tbk selaku pemilik Majalah Tempo,” tegas Hotman di Jakarta, kemarin.
Dia menjelaskan, gugatan pidana yang akan dilakukan terkait pasal 310 KUHP dan pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik. Sedangkan gugatan perdata ditujukan agar Majalah Tempo memberikan ganti rugi secara materil kepada Gunawan Jusuf selaku pengusaha.
Gugatan juga terkait pelanggaran Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena pemberitaan Majalah Tempo tersebut juga dimuat di media online.
Dipaparkan Hotman, dalam Majalah Tempo edisi 26 Maret-1 April 2012 termuat tulisan sebanyak lima halaman yang isinya tak sesuai fakta hukum. Yang jadi perhatian, kata Hotman terutama berita berjudul Terjepit Sengketa Raja Gula dimana disitu tertulis kalimat; Jurus berkelit menghindari utang dengan menggunakan data keimigrasian ternyata bukan sekali digunakan Gunawan Jusuf.
“Tempo memvonis bahwa seolah-olah Gunawan banyak utang. Padahal tak ada bukti di pengadilan Gunawan Jusuf punya utang. Dan, seolah-olah Gunawan dengan menggunakan data keimigrasian untuk menghindari utang,” kata Hotman.

Berita diatas sudah jelas bahwa majalah tempo melakukan pelanggaran kode etik di pasal 3 KEJ.


  • Wartawan meminta saham Perusahaan Krakatau Steel

Pemeriksaan kasus pemerasan saham Krakatau Steel terus bergulir. Pekan ini, Dewan Pers berencana mengundang sejumlah wartawan yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. "Mereka kami berikan hak untuk menjelaskan persoalan berdasarkan versi mereka masing-masing," ujar Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo, Senin  (22/11).

Undangan dilayangkan kepada lima jurnalis yang diduga melakukan pelanggaran etika jurnalistik. Untuk tahap awal, kata Agus, undangan disampaikan kepada lima jurnalis sebagaimana laporan yang diterima Dewan Pers. Lalu bagaimana dengan 30 jurnalis yang lain? "Yah, satu-satulah. Persoalan ini tidak mungkin selesai dalam waktu satu hari," ujarnya.

Menurut Agus, permintaan klarifikasi tidak hanya tertuju untuk kalangan jurnalis, melainkan juga kepada otoritas pasar modal. Termasuk diantaranya perusahaan komunikasi dan beberapa perusahaan penjamin emisi yang dilibatkan dalam proses penjualan saham perdana PT Krakatau Steel. "Semua pihak yang terkait tentu akan kami undang," ujarnya.

Lima jurnalis diduga meminta jatah  dalam proses penjualan saham perdana PT Krakatau Steel. Mereka mengatasnamakan 30 jurnalis lain untuk meminta jatah saham sebesar 1500 lot dengan nilai lebih dari Rp 600 juta. Tidak hanya itu. Jurnalis tersebut bahkan memeras uang Rp 400 juta untuk menutupi berita miring diseputar IPO KS.

Kasus ini lekas menyita perhatian sejumlah petinggi media massa yang karyawannya diduga terlibat kasus tersebut. Mereka menginterogasi dan menjatuhkan sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di perusahaan mereka masing-masing. Tindakan tegas diambil menejemen redaksi situs berita Detik dengan memberikan opsi pengunduran diri.


Berita disini terlihat adanya pelanggaran kode etik karena wartawan meminta jatah penjualan saham dan memeras perusahaan Krakatau Steel untuk menutupi berita miring kalau tidak dikasih mungkin perusahaan ini akan dipojokkan oleh mereka melalui pemberitaannya.

1 komentar: